Dberita.ID, Langkat — Di atas perairan biru kehijauan Selat Malaka, Pulau Kampai berdiri diam, seolah menyembunyikan ribuan kisah masa lalu. Pulau kecil di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, itu tak hanya menawarkan pemandangan alam yang menyejukkan mata, tetapi juga menyimpan sebuah rahasia tua: diduga makam seorang keturunan Nabi Muhammad SAW, Syarif Nurullah.
Makam itu terhampar memanjang, sekitar delapan meter, diliputi nuansa sunyi dan sakral. Terdapat pepohonan disekitar makam, batu nisan sederhana menjadi penanda kehadiran seorang tokoh besar yang nyaris terlupakan zaman.
Pulau yang Terbelah
Tak banyak yang mengetahui, Pulau Kampai dulunya bernama Pulau Sampoi. Menurut cerita warga setempat, suatu waktu di masa lampau, badai dahsyat menghantam wilayah itu. Angin puting beliung memecah Pulau Sampoi menjadi dua bagian. Bagian yang lebih besar kini dikenal sebagai Pulau Kampai, tempat di mana diduga makam Syarif Nurullah berada.
“Pulau itu dulu satu, namanya Sampoi,” tutur Bahuddin, seorang sejarawan Langkat, saat ditemui di kediamannya, di Tanjung Pura, Selasa (29/4/2025). “Tapi setelah bencana angin besar, pulau terbelah. Makam itu tetap berada di bagian yang kini disebut Pulau Kampai.”
Bahuddin, yang terus meneliti sejarah Islam di pesisir timur Sumatera, meyakini melalui pengamatan batin dan beberapa sumber lisan, bahwa makam tersebut milik Syarif Nurullah, adik dari Syekh Syarif Hidayatullah — lebih dikenal sebagai Sunan Gunung Jati, Cicit Nabi Muhammad SAW.
Perpaduan Dua Budaya
Menurut berbagai sumber yang dihimpun, Syarif Nurullah lahir pada tahun 1449 Masehi, setahun setelah Sunan Gunung Jati. Mereka adalah buah cinta antara Syarif Hud, seorang bangsawan keturunan Nabi Muhammad SAW, dan Nyimas Rara Santang, putri Raja Sunda dari Kerajaan Pajajaran yang kemudian masuk Islam dan berganti nama menjadi Syarifah Mudaim.
Perjalanan hidup Syarif Nurullah, dianggap memiliki peran penting dalam menghubungkan dua budaya: kekuasaan Islam dari Timur Tengah dan kebudayaan lokal Nusantara.
“Kalau Sunan Gunung Jati dikenal karena kiprahnya di Cirebon dan sekitarnya, Syarif Nurullah lebih banyak membawa dakwah ke pesisir timur Sumatera,” jelas Bahuddin. “Ia membangun jejaring keagamaan yang menjadi dasar penyebaran Islam di wilayah ini.”
Tantangan Merawat Warisan
Sayangnya, makam bersejarah itu belum sepenuhnya mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat. Tidak ada papan informasi resmi, terkait keterangan makam tersebut.
Bahuddin pun berharap adanya perhatian lebih dari pihak terkait untuk melestarikan situs tersebut. “Ini bukan sekadar makam,” tegasnya. “Ini adalah warisan sejarah Islam dan budaya Nusantara yang harus kita jaga bersama,” ucapnya.
Penulis: Reza Fahlevi
Editor: Reza Fahlevi















