Dberita.ID, Garut – Acara pernikahan putra Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, Maula Akbar, dengan Putri Karlina – putri Kapolda Metro Jaya Irjen. Pol. Karyoto – yang semula dirancang sebagai pesta rakyat penuh sukacita, berubah menjadi tragedi berdarah pada Jumat, 18 Juli 2025. Insiden memilukan ini menewaskan beberapa orang dan menyebabkan puluhan lainnya luka-luka.
Rangkaian acara dimulai sejak 14 Juli 2025, diawali dengan pengajian dan dilanjutkan dengan akad nikah pada 16 Juli. Puncaknya, digelar kegiatan bertajuk “Pesta Rakyat Makan Gratis” di Alun-Alun Kota Garut pada 18 Juli. Ribuan warga memadati lokasi, termasuk mereka yang hadir bukan sebagai undangan resmi, tetapi karena ajakan terbuka yang disampaikan langsung oleh Dedi Mulyadi dalam podcast bersama sang putra.
Dalam tayangan tersebut, KDM mengundang masyarakat luas untuk hadir, dengan pernyataan, “Makan sepuasnya, nonton sepuasnya, ketawa sepuas-puasnya.” Ajakan ini viral dan memicu antusiasme luar biasa dari warga berbagai penjuru, namun tidak diimbangi dengan manajemen keramaian yang memadai.
Minimnya pengamanan dan lemahnya koordinasi dengan pihak berwenang diduga menjadi pemicu terjadinya kepanikan dan desakan massa yang berujung fatal. Korban jiwa, termasuk dari unsur masyarakat dan aparat, dilaporkan meninggal dunia, sementara puluhan lainnya masih menjalani perawatan di berbagai fasilitas medis di Garut.
Desakan Penegakan Hukum
Pengamat hukum dan politik dari Lembaga Hukum Indonesia, Suhendar, S.H., M.M., CLA., yang juga merupakan putra daerah Garut, menilai peristiwa ini patut didalami dari aspek hukum pidana.
“Ini masuk dalam ranah Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. Penanggung jawab acara, termasuk Dedi Mulyadi dan kedua mempelai, harus bertanggung jawab secara hukum. Tragedi ini tak bisa selesai hanya dengan pemberian santunan atau permintaan maaf. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu,” tegasnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat sekaligus aktivis hukum dari Jawa Barat, Bang Rusli Efendi alias Bang Leo (Singa Bogor), turut menyampaikan keprihatinannya.
“Tragedi ini sangat memilukan dan menjadi luka mendalam bagi keluarga korban. Sebagai pejabat daerah, seharusnya KDM memahami risiko besar dari ajakan terbuka kepada masyarakat luas tanpa kontrol. Presiden H. Prabowo harus turun tangan, karena ini menyangkut nyawa rakyat. Hukum tak boleh tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” ujarnya dengan tegas.
Pelajaran Pahit dari Euforia
Peristiwa ini menjadi pelajaran penting bahwa popularitas dan euforia publik tak boleh mengesampingkan aspek keselamatan dan manajemen risiko. Pesta rakyat, betapapun niatnya mulia, harus dirancang dengan profesionalisme dan tanggung jawab yang tinggi. Negara, dalam hal ini aparat penegak hukum, harus memastikan keadilan ditegakkan, bukan hanya sebagai simbol, tetapi sebagai jaminan nyata perlindungan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Editor: Reza Fahlevi