Dberita.ID, Langkat – Sekitar 50 warga Desa Perlis, Kecamatan Berandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, menggelar aksi unjuk rasa di DPRD Langkat pada Senin (24/3/2025). Demonstrasi ini terkait dugaan korupsi dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi nelayan tahun 2022.
Setelah berorasi selama 30 menit, para pendemo diterima oleh anggota Komisi I DPRD Langkat untuk mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP). Rapat dipimpin oleh Muhammad Bahri dan dihadiri oleh Ketua Komisi I DPRD Langkat Indra Bakti Surbakti, Wakil Ketua DPRD Langkat Edi Bahagia, Sekretaris Komisi I Donny Stha, serta anggota Komisi I Sarno dan Zulkarnaen.
Setelah mendengar tuntutan warga, Komisi I DPRD Langkat menyatakan akan mengeluarkan rekomendasi dalam waktu dua minggu atau setelah Hari Raya Idulfitri.
Sekretaris Komisi I DPRD Langkat, Donny Setha, menegaskan bahwa pihaknya akan menjembatani permasalahan ini dan mendukung langkah hukum yang diperlukan.
“Kami akan membuat surat dukungan dari DPRD kepada kepolisian agar segera menindaklanjuti kasus ini. Kami juga akan menyurati Kapolda dan Kapolri untuk memastikan kasus ini mendapat perhatian,” ujarnya.
Tuntutan Warga
Dalam aksi tersebut, warga mengajukan beberapa tuntutan, antara lain:
– Memberhentikan kepala dusun yang diduga terlibat.
– Meminta Polres Langkat mengusut dugaan pemalsuan tanda tangan nelayan.
– Menuntut Kepala Dinas Perikanan Langkat untuk mengembalikan dana kepada nelayan.
Warga menuding bahwa kepala dusun yang juga menjabat sebagai ketua kelompok nelayan telah mengorupsi dana BLT BBM. Berdasarkan informasi yang beredar di media sosial, dana BLT yang seharusnya disalurkan kepada ratusan nelayan diduga diselewengkan.
Temuan Inspektorat dan Pengembalian Dana
Audit yang dilakukan Inspektorat Pemkab Langkat menemukan bahwa dana BLT BBM yang tidak disalurkan mencapai Rp144.333.000. Berdasarkan Laporan Hasil Audit Inspektorat No. 128/K.S/LHAI/2025 tanggal 14 Oktober 2024, Ketua Kelompok Nelayan mengembalikan dana tersebut ke rekening RKUD Kabupaten Langkat pada 15 Januari 2025.
Menurut warga, seharusnya setiap nelayan menerima bantuan sebesar Rp300.000. Namun, dalam praktiknya, ada yang hanya menerima Rp100.000 hingga Rp200.000. Setelah temuan Inspektorat, pengurus kelompok nelayan akhirnya mengembalikan dana yang tidak disalurkan ke kas daerah.
Meski dana telah dikembalikan, warga tetap menuntut pertanggungjawaban hukum bagi oknum yang diduga melakukan penyelewengan, termasuk pemalsuan tanda tangan nelayan. Mereka berharap aparat penegak hukum segera mengambil langkah tegas agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Editor: Reza Fahlevi